Menjadi Bedebah

Saya tahu perasaan Van Persie, atau Rooney, atau Torres, ketika mereka beberapa pertandingan gagal mencetak gol.
Saya tidak bilang saya sama dengan mereka apalagi secara kemampuan.
Tapi saya tahu perasaannya.
Karena sebagai Striker di Bedebah FC, ada masa masanya saya merasakan paceklik dan semakin lama anda tidak mencetak gol semakin gugup ketika kesempatan itu datang. “Bagaimana kalau tidak gol lagi..” berputar di kepala ketika sedang mengarahkan bola menuju gawang.
Perasaan bersalah mulai hadir karena tugas kita adalah untuk mencetak gol. Perasaan tidak sabar untuk kembali bertanding agar kembali berkesempatan mencetak gol. Setiap kali bola tidak sampai ke dalam kotak penalti, RvP terlihat terlihat cemas di lapangan. Saya paham kecemasan itu.

Saya tidak jago bermain bola.
Secara kemampuan, saya di bawah rata rata.
Lari tidak cepat.
Saya tidak bisa menendang bola dgn keras.
Bahkan dipikir pikir saya tidak bisa menembak bola dgn teknik yang benar.

Setiap gol yang saya cetak, rata rata karena insting. Saya nyaris tidak pernah ingat proses golnya.
Tiba tiba gol.

99% gol saya dicetak di dalam kotak penalti. Dalam jarak dekat gawang.
Makanya mungkin saya dijuluki van Nistelrooy (skarang jadi Pan Djistelrooy) gara gara RvN dikenal sering ngegolin dgn jarak 1-2 meter di depan gawang. Nemu bola atau terima crossing.
Sekalinya saya mencetak gol dari luar kotak penalti (vs SGU) itu juga karena latah.
Bola ada di depan saya, saya merasakan 2 pemain belakang SGU merapat ke saya, lalu Ragil (yang kala itu main di posisi striker berdua saya) tiba tiba teriak “SHOOTING!!!”. Karena kaget saya tendang saja bola sekeras kerasnya, eh masuk.

Gol saya yang paling baguspun (gol ke 2 vs Utd Indonesia) saya tidak ingat banyak bagaimana kejadiannya.
Saya cuma ingat ada bola datang ke arah saya, lalu entah bagaimana bolanya berhenti pas di depan kaki saya. Saya inget berpikir bahwa pemain belakang Utd Indonesia ada sekitar 2-3 langkah di belakang saya. Jadi saya tendang aja. Eh masuk.
Saya bahkan tidak ingat datangnya dari arah mana & dari siapa.
Makanya waktu akhirnya saya mencetak gol, saya sempet kaget “Ini kenapa si Gilang (CDM kami) girang amat ya..”. Ternyata pas saya lihat rekamannya, yang assist adalah si Gilang dgn teknik tendangan yg sangat indah.
Pantesan girang dia.

Saya nggak tahu bagaimana, tapi saya selalu disuruh main di depan oleh Fuad yg skarang jadi kapten. Dari jaman main futsal, saya selalu dibilang Fuad “Elo di depan aja”. Mungkin maksudnya di pintu masuk depan.

Waktu kami main pertama kali di lapangan besar PTIK, Fuad juga bilang “Elo depan aja jadi Striker”. Hari itu saya mencetak hattrick di babak pertama.
Bukan karena jago. Karena pemain belakang & kipernya yang blum terlatih & tidak terkoordinasi.
Babak kedua saya diganti karena cidera. Dengkul saya ketindih kiper dlm posisi yang tidak normal.

Sejak hari itu saya resmi berposisi sebagai Striker.
Saya sadar kekurangan saya sehingga yang bisa saya tawarkan kpd tim hanyalah insting, sundulan & saya memastikan kalau pemain sayap lari menyusuri pinggir lapangan, akan ada saya di dlm kotak penalti. Mereka tidak akan lari sia sia. Sebagai pemain berumur 35 tahun (juni nanti) & berat badan 95 kg, saya lumayan kuat main 90 menit dgn kondisi harus lari lari sprint berulang kali.
Sundulanpun walau saya suka melakukannya, jarang2 menghasilkan gol. Sundulan itu 30% timing, 30% teknik, 30% umpan yg matang, 10% keberuntungan.

Palingan insting saya saja yang saya andalkan. Lumayan lah. Setidaknya belakangan ini saya sering mencetak gol.

Walaupun begitu, setiap kali bermain dengan Bedebah FC rasanya selalu bahagia. Kalau kalah, tetap bahagia. Kalau menang, lebih bahagia lagi.
Situasi dalam tim yang ramai ini selalu menyenangkan. Ada yg stand-up comedian, ada karyawan kantoran biasa, ada followers saya, ada anak kuliahan, ada temannya teman, dan ada mahluk langka bernama harvens. Dan tim ini, mulai rutin diajak ngadu.
Kami sih kaum pencari lapangan indah. Jadi kalau ditawarin main di lapangan yang bagus, kami senang senang saja.
Seperti misalnya lapangan SGU yang walaupun jauhnya setengah mati, tapi kami rela berkumpul jam 4 pagi di Pasfest Kuningan utk berangkat sama sama ke lap SGU di BSD untuk tanding jam 7 pagi. Semua demi lapangan yang indah.

Mengapa kami senang lapangan indah? Karena prinsip kami menang itu penting, bahagia itu wajib, foto foto itu ibadah.

Itulah kami. Bedebah.

Pan Djistelrooy #10

Beberapa cuplikan aksi Pan Djistelrooy saat membela Bedebah FC :

Pandji-04

Pandji-03

2 thoughts on “Menjadi Bedebah

Leave a comment